Mataram, Jurnalekbis.com— Pasar elektronik Indonesia bersiap menghadapi gelombang besar masuknya produk teknologi dari Amerika Serikat. Dalam keputusan strategis yang dicapai antara Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump, kedua negara sepakat menerapkan tarif masuk nol persen untuk produk asal Amerika ke Indonesia. Sebaliknya, produk Indonesia yang masuk ke pasar Amerika dikenakan tarif sebesar 19 persen.
Kebijakan ini langsung memicu perhatian pelaku industri, khususnya di sektor perdagangan ritel elektronik. Produk unggulan seperti iPhone, yang selama ini memiliki harga tinggi karena bea masuk dan biaya distribusi, diprediksi akan mengalami penurunan harga yang cukup signifikan jika produk impor langsung dari AS mulai membanjiri pasar.
Kesepakatan ini dinilai sebagai langkah penting dalam memperkuat hubungan bilateral dan menjaga keseimbangan neraca dagang antara dua negara dengan kekuatan ekonomi besar di kawasan masing-masing. Dari sudut pandang bisnis, ini adalah langkah yang memberikan ruang baru bagi pelaku usaha untuk meningkatkan efisiensi biaya impor serta memperluas penetrasi pasar di sektor teknologi konsumen.
Ricky Hartono, Wakil Ketua Bidang Dua Belas Investasi BPD HIPMI NTB, menyebut kebijakan tarif nol persen ini sebagai “angin segar” bagi pengusaha, terutama di sektor gawai pintar seperti iPhone yang permintaannya tetap tinggi di pasar Indonesia.
“Kalau memang tarifnya nol persen, ini kabar baik untuk sektor elektronik, khususnya produk-produk premium seperti iPhone yang masih mendominasi permintaan di pasar dalam negeri,” kata Ricky di Mataram, Jumat (18/7/2025).
Hingga kini, mayoritas iPhone yang beredar di Indonesia berasal dari pabrik Apple di China. Meski sudah melalui jalur distribusi resmi melalui tiga mitra utama — Erajaya, Blibli, dan GDN — harga jual iPhone tetap tinggi karena bea masuk dan status sebagai barang mewah.

Namun, dengan adanya insentif bea masuk nol persen untuk produk elektronik dari AS, iPhone produksi California berpotensi masuk pasar Indonesia dengan harga yang lebih kompetitif.
“Sekarang demand iPhone masih tinggi, meski sebagian besar produk yang beredar masih made in China. Tapi kalau iPhone produksi AS mulai masuk dan harganya bisa ditekan, potensi mereka untuk mendominasi pasar sangat besar,” jelas Ricky.
Berdasarkan data pasar terkini, iPhone 13 meskipun telah mulai discontinue — masih menjadi tipe yang paling diminati, dengan harga pasaran sekitar Rp8 juta. Sementara iPhone 15, yang lebih baru, masih dijual mulai dari Rp11,5 juta. Jika iPhone asal Amerika masuk bebas bea, maka harganya bisa terkoreksi menjadi sekitar Rp10 juta atau bahkan lebih rendah.
Penurunan harga ini tentu menjadi peluang emas, bukan hanya bagi distributor dan retailer, tetapi juga bagi konsumen yang selama ini menganggap iPhone sebagai produk mahal yang sulit dijangkau.
“Kalau harga iPhone bisa turun karena bebas bea masuk, bukan hanya pengusaha yang diuntungkan, tapi konsumen juga akan mendapatkan akses ke produk premium dengan harga lebih rasional,” tambah Ricky.
Namun, di balik euforia kebijakan ini, muncul kekhawatiran akan dampak terhadap industri lokal dan regional. Produk-produk elektronik buatan Asia, terutama dari China, Korea Selatan, dan Jepang, yang selama ini mendominasi pasar kelas menengah, bisa tergeser karena daya saing harga iPhone yang meningkat.
Dengan brand equity yang kuat, dukungan sistem operasi iOS yang eksklusif, dan layanan purna jual yang mulai tertata di Indonesia, iPhone berada dalam posisi yang sangat strategis untuk memperluas pangsa pasarnya jika harga bisa ditekan lebih jauh.
Meski peluang terlihat cerah, pengusaha seperti Ricky tetap mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada implementasi teknis di lapangan. Beberapa hal yang menjadi perhatian adalah kejelasan aturan pelaksanaan, kecepatan distribusi dari jalur bea cukai, serta kepastian bahwa produk yang masuk benar-benar berasal dari Amerika Serikat, bukan hanya rebranding dari pabrik China.
“Sekarang kita lihat dulu bagaimana realisasinya. Tapi secara prinsip, kebijakan nol persen tarif ini adalah peluang besar bagi pengusaha dalam negeri untuk melakukan penetrasi pasar yang lebih dalam, terutama untuk produk-produk yang memang high demand seperti iPhone,” tutup Ricky.