BisnisEkonomi

Royalti Musik Hotel Dikeluhkan, IHGMA: Aturan Harus Jelas

×

Royalti Musik Hotel Dikeluhkan, IHGMA: Aturan Harus Jelas

Sebarkan artikel ini
Royalti Musik Hotel Dikeluhkan, IHGMA: Aturan Harus Jelas
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, BJurnalekbis.com – Indonesian jurnalekbis.com/tag/hotel/">Hotel General Manager Association (IHGMA) meminta pemerintah dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) meninjau ulang aturan pembayaran royalti musik di hotel. Para General Manager (GM) menilai, regulasi yang ada saat ini masih belum jelas, baik dari dasar perhitungan biaya maupun daftar lagu yang wajib dibayar hak ciptanya.

Yeyen Heryawan, General Manager Hotel Aruna Senggigi sekaligus perwakilan ntb/">IHGMA NTB, menegaskan bahwa pihaknya tidak keberatan membayar royalti, asalkan mekanisme dan perhitungannya transparan.

“Kami ingin aturan diperjelas. Pembayaran di hotel berdasarkan jumlah kamar, tapi dasarnya dari mana? Daftar lagu di LMKN juga harus dibagikan ke kami. Kalau kita tidak memakai lagu itu, apakah tetap harus bayar?” ujar Yeyen, Sabtu (9/8/2025).

Baca Juga :  Polytron EVO dan Fox-R: Inovasi untuk Mobilitas Modern

Menurut Yeyen, LMKN seharusnya secara resmi merilis daftar lagu yang wajib dibayar royalti, sehingga pengelola hotel bisa menyesuaikan pemakaian musik sesuai ketentuan. Selama ini, kata dia, sosialisasi cenderung hanya menekankan kewajiban pembayaran, tanpa penjelasan detail.

IHGMA NTB sendiri, lanjutnya, telah berupaya mendorong pemanfaatan musik dan seni tradisional dari seniman lokal. Hal ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada musik berhak cipta tinggi, tetapi juga membantu memperkenalkan budaya daerah kepada tamu hotel.

“Kami mencoba gerakan musik lokal. Seniman lokal bisa tampil, karyanya diunggah, dan dimainkan di hotel. Jadi bisa disesuaikan dengan suasana hotel, baik di lobi, restoran, maupun kamar,” jelasnya.

Yeyen mengungkapkan, di hotel yang ia kelola, jumlah kamar sebanyak 136 unit, tetapi perhitungan LMKN didasarkan pada 150 kamar, sehingga total biaya mencapai sekitar Rp6 juta per tahun.

Baca Juga :  UMKM  Raup Rp392 Juta di KK NTB 2025, Perbankan Salurkan Rp19,3 Miliar

Meski tidak mempermasalahkan nominalnya, ia menekankan perlunya kejelasan perhitungan dan aliran dana kepada musisi.

“Kami tidak keberatan, asalkan pembayaran ke musisi itu jelas dan perhitungannya juga jelas. Ada juga hotel yang menggunakan musik suara alam untuk menghindari royalti. Tapi kalau kita pakai musik asing melalui aplikasi seperti Spotify, tetap saja bayar ke LMKN,” katanya.

Yeyen menilai, kebijakan ini menjadi biaya tambahan baru yang sebelumnya tidak ada. Manajemen hotel kini harus menyisihkan anggaran khusus untuk musik, yang dinilainya cukup menguras energi pengelola.

IHGMA pusat, menurutnya, akan segera menggelar pertemuan langsung dengan LMKN untuk membahas keberatan dan usulan perbaikan aturan.

“Dalam waktu dekat, IHGMA pusat akan hering dengan LMKN. Kalau di NTB, pembahasan akan dilakukan saat Rakernas IHGMA pada April 2026 di NTB,” ujar Yeyen.

Baca Juga :  Optimalkan Performa, PLN Gelar Upskilling Petugas Pelayanan Teknik

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *