Bisnis

Polemik Royalti, Hotel di NTB Stop Sementara Pemutaran Ayat Suci Al-Qur’an

×

Polemik Royalti, Hotel di NTB Stop Sementara Pemutaran Ayat Suci Al-Qur’an

Sebarkan artikel ini
Polemik Royalti, Hotel di NTB Stop Sementara Pemutaran Ayat Suci Al-Qur’an
Kunjungi Sosial Media Kami

Mataram, Jurnalekbis.com– Sejumlah hotel di Nusa Tenggara Barat (NTB) memilih untuk menghentikan sementara pemutaran murrotal Al-Qur’an di kamar maupun area publik. Keputusan ini diambil menyusul adanya polemik soal potensi kewajiban pembayaran royalti atas fonogram atau rekaman suara, termasuk bacaan ayat suci Al-Qur’an.

Seorang pengusaha hotel di Mataram  Rega Fajar Firdaus mengaku terpaksa mengambil langkah itu lantaran adanya kekhawatiran bahwa murrotal dapat dikategorikan sebagai fonogram sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Dalam aturan tersebut, setiap rekaman suara yang diproduksi, baik oleh label maupun artis, berpotensi dikenai hak cipta dan royalti.

“Basis pemikiran kami karena ada pasal di UU Hak Cipta yang menyebut fonogram. Fonogram itu artinya setiap suara atau rekaman yang diproduseri, bisa dari label atau artis tertentu, dikenakan hak cipta. Dari situlah kami jadi was-was kalau murrotal juga kena,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).

Baca Juga :  Bunda Lale Resmikan Komunitas Pengendara Wanita Elektrik (SADE)

Ia menambahkan, kasus di beberapa daerah bahkan menunjukkan bahwa suara alam maupun kicau burung pun tetap dikenakan perhitungan royalti jika digunakan sebagai bagian dari ambience hotel. Kondisi ini membuat pihaknya memilih berhati-hati.

“Kami tidak memutar murrotal dulu sampai ada kejelasan. Karena kami menganggap Al-Qur’an ini bukan musik, bukan lagu. Tapi kalau merujuk pasal fonogram, rekaman suara tetap bisa dikenai,” katanya.

Meski tidak ada tagihan spesifik untuk murrotal, pihak hotel menyebut metode perhitungan royalti yang digunakan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau pihak terkait, umumnya berbasis jumlah kamar hotel, bukan hanya suara yang diputar.

“Mau suara di lobby, restoran, atau kamar, hitungannya tetap berdasarkan kamar. Walaupun di kamar tidak ada musik, tetap kena. Nah, ini yang memberatkan secara ekonomi,” ungkapnya.

Baca Juga :  Bandara Lombok Siap Layani Penumpang Libur Nataru 2023/2024

Menurutnya, kebijakan itu justru berdampak pada suasana hotel yang terasa lebih sunyi. Biasanya, murrotal diputar secara rutin untuk menciptakan nuansa religius dan tenang. Kini, tanpa murrotal, hotel dirasakan kurang memiliki ambience yang mendukung kenyamanan tamu.

Pengusaha hotel berharap ada kejelasan regulasi terkait penerapan royalti, khususnya mengenai murrotal Al-Qur’an. Sebab, menurutnya, hotel tidak menjual musik, melainkan hanya menyediakan kamar dan suasana.

“Harapan kami aturannya ditinjau kembali. Karena kalau tidak ada musik atau murrotal, suasana hotel terasa sepi. Padahal kami tidak menjual musik, hanya kamar. Tapi efeknya ke ambience dan kenyamanan tamu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *