BisnisEkonomi

Belanja Pusat Seret, NTB Justru Catat Surplus Rp3 Triliun

×

Belanja Pusat Seret, NTB Justru Catat Surplus Rp3 Triliun

Sebarkan artikel ini
Belanja Pusat Seret, NTB Justru Catat Surplus Rp3 Triliun

Mataram, Jurnalekbis.com — Belanja pemerintah pada tahun 2025 diprediksi mengalami perlambatan signifikan, terutama pada awal masa pemerintahan baru. Hal ini disampaikan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTB, Ratih Hapsari Kusumawardani, dalam paparannya kepada media. Menurutnya, kondisi ini terjadi hampir setiap kali terjadi pergantian presiden, ditambah adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pada triwulan pertama.

Ratih menjelaskan bahwa perlambatan belanja pemerintah pusat sudah terlihat sejak awal tahun. Sejumlah proyek fisik tidak dapat diselesaikan sesuai rencana sehingga harus dialihkan menjadi proyek multiyears yang baru akan dirampungkan pada 2026. Efeknya, realisasi belanja pemerintah pusat pada triwulan ketiga menjadi salah satu yang paling rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Setiap pergantian pemerintahan selalu ada sedikit kelambatan belanja. Ditambah triwulan satu kemarin ada kebijakan efisiensi anggaran,” ujarnya. Selasa (2/12).

Baca Juga :  Pendaftaran Pertalite Online, Pastikan Kendaraan Anda Terdaftar

Meski belanja pemerintah turun, penerimaan negara justru menunjukkan pola berbeda. Ratih mengungkapkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mengalami kenaikan, terutama dari sektor Badan Layanan Umum (BLU). Di NTB, peningkatan terbesar bersumber dari Universitas Mataram, Poltekkes, serta institusi pendidikan lainnya yang mengalami peningkatan penerimaan mahasiswa dan layanan.

Namun, untuk pendapatan perpajakan, tren penurunan tetap terjadi sesuai prediksi pemerintah. Sementara itu, realisasi bea cukai sangat bergantung pada aktivitas industri pertambangan dan pengolahan, yang pada 2025 tidak setinggi tahun sebelumnya.

Di sisi lain, transfer ke daerah tercatat meningkat, terutama Dana Perimbangan (DPH) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Meski demikian, Dana Alokasi Khusus (DAK) secara nasional mengalami penurunan dan beberapa DAK fisik di NTB tidak terserap optimal. Ratih menyebut beberapa kendala teknis menjadi penyebab rendahnya penyerapan.

Yang menarik, meskipun belanja negara terkontraksi, belanja pemerintah daerah di NTB termasuk yang terbaik di Indonesia. Bahkan, konsolidasi APBD menunjukkan adanya surplus hingga tiga triliun rupiah. Namun Ratih menegaskan bahwa surplus tersebut bukan dana menganggur, melainkan anggaran yang sudah dialokasikan pemda untuk program tertentu.

Baca Juga :  Dekranasda NTB Apresiasi Seluruh Penenun Perempuan di NTB

“Kita harus hati-hati membaca angka surplus tiga triliun. Itu bukan dana idle, tapi sudah dialokasikan pemda,” tegasnya.

DJPb NTB juga menyoroti dinamika pembukaan blokir anggaran pada akhir tahun. Menurutnya, pembukaan blokir yang terjadi terlalu dekat dengan tutup tahun anggaran berpotensi memperburuk kinerja serapan belanja pemerintah pusat pada 2025.

Dari sisi struktur pendapatan negara, Ratih memaparkan bahwa pajak dalam negeri mendominasi 70% total pendapatan, disusul PNBP sebesar 22%, dan pajak perdagangan internasional sekitar 8%. Sementara belanja negara pada 2025 didominasi oleh transfer ke daerah, yang porsinya mencapai lebih dari 73% dari total belanja.

Untuk kinerja kementerian dan lembaga, DJPb menyebut Kementerian PUPR, Kemenag, Kepolisian, dan Kemendikbud Saintek sebagai instansi dengan realisasi belanja relatif tinggi, sementara beberapa kementerian baru masih mencatatkan kinerja rendah karena proses penyesuaian organisasi kabinet baru.

Baca Juga :  Dewan Pengupahan Provinsi NTB adakan Pra Sidang untuk Musyawarahkan UMP 2024.

Untuk belanja prioritas nasional, NTB mencatat sejumlah penyerapan signifikan, termasuk pembiayaan perumahan (FLPP) sebesar Rp533 miliar, realisasi program FR Rp15,87 miliar, serta ketahanan pangan dan energi. Subsidi listrik menjadi salah satu komponen terbesar dengan nilai Rp526,36 miliar, dan turut digunakan untuk pengembangan kapasitas energi listrik terbarukan sebesar 67,31 MW.

Ratih menyimpulkan bahwa 2025 merupakan tahun transisi dengan pola belanja yang cenderung menurun, namun diperkirakan akan kembali meningkat pada 2026 seiring stabilnya struktur pemerintahan baru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *