BisnisEkonomiFinancial

LPS Soroti Tren Positif Simpanan di NTB, Tegaskan Tidak Ada Bank yang Dicabut Izin Usahanya

×

LPS Soroti Tren Positif Simpanan di NTB, Tegaskan Tidak Ada Bank yang Dicabut Izin Usahanya

Sebarkan artikel ini
LPS Soroti Tren Positif Simpanan di NTB, Tegaskan Tidak Ada Bank yang Dicabut Izin Usahanya

Mataram, Jurnalekbis.com — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menegaskan bahwa perbankan di Nusa Tenggara Barat (NTB) berada dalam kondisi sehat sepanjang 2025, ditunjukkan dengan tidak adanya satu pun bank yang dicabut izin usahanya. Kondisi ini berbeda dengan beberapa provinsi lain seperti Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Jawa Timur yang mencatat jumlah pencabutan izin usaha bank relatif tinggi. Hal itu disampaikan Kepala Kantor Perwakilan LPS Surabaya, Bambang S. Hidayat, dalam paparan mengenai stabilitas perbankan daerah.

Menurut Bambang, hampir seluruh rekening di bank umum di NTB telah dijamin LPS, dengan tingkat penjaminan mencapai 99,97 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Tingginya tingkat penjaminan ini menunjukkan kuatnya kepercayaan publik terhadap sistem perbankan di wilayah tersebut.

Secara nasional, kinerja perbankan pada triwulan 2025 dinilai solid, termasuk sektor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang berada dalam pengawasan ketat LPS. Di NTB, jumlah rekening perbankan meningkat signifikan, menempatkan provinsi ini pada posisi ke-17 secara nasional untuk jumlah rekening, meski secara nominal simpanan masih berada di peringkat ke-22. Bambang menyebut kondisi ini menandakan ruang pertumbuhan masih terbuka lebar.

“Tren jumlah rekening terus naik, dan ini menggembirakan. Artinya masyarakat semakin terhubung dengan industri keuangan formal,” kata Bambang.

LPS juga mencatat adanya penurunan tipis pada total nominal simpanan, namun hal itu dinilai normal dan tidak mengganggu stabilitas. Distribusi simpanan menunjukkan peningkatan di hampir semua kategori rekening, termasuk tabungan di bawah Rp100 juta. Sementara penurunan simpanan jumbo di atas Rp5 miliar disebut menggambarkan perusahaan mulai mengalihkan dana untuk investasi, bukan sekadar menyimpan.

Salah satu poin penting yang disampaikan Bambang adalah peningkatan efisiensi pembayaran klaim penjaminan simpanan. Jika sebelumnya LPS memerlukan 21 hari kerja untuk mulai membayar klaim setelah bank dicabut izin usahanya, kini prosesnya dapat dilakukan hanya dalam lima hari kerja. Percepatan mencapai 76 persen ini dinilai penting untuk menjaga kepercayaan publik ketika terjadi gangguan di sistem perbankan.

Hingga akhir 2025, LPS telah membayarkan klaim simpanan senilai Rp3 triliun dari total simpanan layak bayar sebesar Rp39 triliun. Sisanya adalah simpanan yang tidak layak bayar karena melanggar aturan 3T  tidak tercatat dalam pembukuan bank, suku bunga melebihi tingkat bunga penjaminan, atau terlibat dalam kasus fraud.

“Masih banyak masyarakat yang tidak paham bahwa simpanan harus tercatat di bank, bukan hanya dipegang marketing,” tegas Bambang.

Di sisi kebijakan bunga penjaminan, LPS menetapkan tingkat bunga penjaminan untuk bank umum sebesar 3,5 persen, untuk valas 2 persen, dan untuk BPR sebesar 6 persen. Penurunan tingkat bunga penjaminan ini diharapkan memengaruhi penurunan bunga simpanan, menurunkan biaya dana perbankan, dan pada akhirnya memperkuat penyaluran kredit.

Bambang juga menyinggung rencana besar LPS yang akan mulai menjamin polis asuransi pada 2028, sehingga lembaganya akan memiliki dua mandat: penjaminan simpanan dan penjaminan polis. Karena itu, ia meminta sinergi dari seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan literasi dan edukasi keuangan, termasuk bekerja sama dengan media dalam menyebarkan informasi yang benar mengenai penjaminan LPS.

Dari hasil analisis LPS, beberapa kabupaten/kota di NTB masih memiliki tingkat kepemilikan rekening yang rendah meski potensi ekonominya besar. Karena itu, LPS akan fokus memperluas basis masyarakat menabung melalui program literasi, kerja sama dengan perbankan, dan dukungan pembukaan rekening baru.

“Tujuan utama kami jelas: meningkatkan jumlah rekening, memperkuat kepercayaan publik, dan memitigasi risiko perbankan,” tutup Bambang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *