Mataram, Jurnalekbis.com— Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Nusa Tenggara menghentikan proses penyidikan tindak pidana perpajakan terhadap tersangka berinisial PBC, Direktur PT PIR, setelah yang bersangkutan melunasi seluruh kerugian negara dengan total Rp2,13 miliar. Penghentian penyidikan dilakukan sesuai mekanisme Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
PBC melalui PT PIR membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kurang bayar sebesar Rp533,64 juta serta sanksi administrasi berupa denda Rp1,60 miliar, sehingga total setoran mencapai Rp2.134.595.340. Seluruh pembayaran telah tercatat dalam sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) DJP.
Proses penghentian penyidikan ini diawali permohonan resmi tersangka untuk mengetahui besaran kerugian negara. Setelah DJP menyampaikan rincian pajak yang tidak dibayar, tersangka melunasi seluruh kewajibannya kemudian mengajukan permohonan penghentian penyidikan kepada Menteri Keuangan dan diteruskan kepada Jaksa Agung.
Kanwil DJP Nusa Tenggara selanjutnya melakukan penelitian mendalam dan menyusun pendapat atas permohonan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan mengirimkan surat permintaan penghentian penyidikan kepada Jaksa Agung.
Permohonan itu dikabulkan setelah Jaksa Agung menerbitkan Keputusan Nomor 938 Tahun 2025, yang secara resmi menghentikan penyidikan tindak pidana perpajakan atas nama PBC.
Kasus yang menjerat PBC berawal dari dugaan tindak pidana pada tahun 2020. PT PIR diduga dengan sengaja tidak menyetorkan PPN yang telah dipungut dari lawan transaksi untuk masa pajak Maret hingga Desember 2020. Perbuatan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Pasal 39 ayat (1) huruf i UU KUP, yang mengatur ancaman pidana bagi wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak yang dipungut.
Penghentian penyidikan mengacu pada Pasal 44B UU KUP, yang memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk menghentikan penyidikan kasus perpajakan apabila tersangka melunasi seluruh kerugian negara, termasuk pokok pajak dan sanksi administrasi. Aturan teknis penghentian penyidikan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 yang telah diperbarui melalui PMK 18/PMK.02/2021.
Penyidik Kanwil DJP Nusa Tenggara menyebut keputusan penghentian penyidikan ini sebagai gambaran bahwa penegakan hukum perpajakan tetap tegas, namun mengedepankan upaya pemulihan kerugian negara.
“Penegakan hukum pidana perpajakan adalah ultimum remedium. Ketika wajib pajak kooperatif dan melunasi kerugian negara, mekanisme penghentian penyidikan dapat dilakukan,” ujar penyidik tersebut.
Senada, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Nusa Tenggara, I Gede Wirawiweka, menekankan bahwa orientasi utama penegakan hukum perpajakan bukan semata pemidanaan, tetapi pemulihan penerimaan negara.
“Kewajiban perpajakan harus dipenuhi secara jujur dan tepat waktu. Mekanisme penghentian penyidikan memberikan ruang pemulihan bagi wajib pajak yang kooperatif, namun penegakan hukum tetap berjalan tegas,” ujarnya.
Kanwil DJP Nusa Tenggara juga mengingatkan seluruh wajib pajak di wilayah NTB dan NTT agar mematuhi ketentuan perpajakan, termasuk menyampaikan SPT dengan benar serta menyetor pajak tepat waktu. Pajak, menurut DJP, merupakan instrumen penting dalam menjaga stabilitas fiskal dan membiayai pembangunan nasional.
Dengan penghentian penyidikan ini, DJP berharap kasus serupa dapat menjadi pelajaran bagi wajib pajak lain untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan secara sukarela sebelum berujung pada proses hukum.












