BisnisDaerahFinancialIndustri

Industri Asuransi Indonesia Kokoh di Tengah Tantangan, Aset Tembus Rp1.145 Triliun

×

Industri Asuransi Indonesia Kokoh di Tengah Tantangan, Aset Tembus Rp1.145 Triliun

Sebarkan artikel ini
Industri Asuransi Indonesia Kokoh di Tengah Tantangan, Aset Tembus Rp1.145 Triliun
Kunjungi Sosial Media Kami

Bali, Jurnalekbis.com  – Industri asuransi Indonesia mencatatkan kinerja positif pada kuartal pertama tahun 2025. Data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa total aset sektor asuransi nasional mencapai Rp1.145,63 triliun per Maret 2025, mengalami pertumbuhan sebesar 1,49% secara tahunan (year-on-year/YoY). Kontribusi industri asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 5,17%, menegaskan peran strategisnya dalam mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Kinerja yang stabil ini memperkuat tren positif yang telah berlangsung selama satu dekade terakhir. Berdasarkan data OJK, tingkat pertumbuhan tahunan gabungan atau Compound Annual Growth Rate (CAGR) industri asuransi Indonesia dalam periode 2014-2024 mencapai 8,30%.

Jenny Melianty, Deputi Direktur Departemen Pengawasan Asuransi dan Jasa Penunjang OJK, menyampaikan bahwa industri asuransi Indonesia secara agregat berada dalam kondisi sehat, meskipun menghadapi sejumlah tantangan struktural. Hal ini diungkapkan dalam acara Journalist Class yang diselenggarakan di Bali pada 26 Mei 2025.

“Secara umum, kondisi industri asuransi cukup stabil. Kesehatan keuangan perusahaan asuransi, baik dari sisi permodalan maupun kecukupan investasi, masih berada di atas ambang batas minimum yang ditetapkan,” ujar Jenny.

Baca Juga :  Terima Silaturahmi Nahkoda Baru PT Jasa Raharja Cabang NTB, Pj Gubernur Tekankan Kontribusi PAD

Per Maret 2025, terdapat 148 perusahaan asuransi yang beroperasi secara resmi di Indonesia. Komposisi industri asuransi terdiri dari asuransi Non-Komersial: 4 perusahaan (asuransi sosial dan wajib), Asuransi Jiwa: 58 perusahaan, termasuk 10 berbasis syariah, Asuransi Umum: 77 perusahaan, termasuk 6 berbasis syariah dan Reasuransi: 9 perusahaan, termasuk 1 berbasis syariah.

Struktur yang beragam ini mencerminkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan produk asuransi yang variatif, baik konvensional maupun syariah.

OJK melaporkan bahwa total premi industri asuransi hingga Maret 2025 mencapai Rp133,95 triliun, meningkat 2,68% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, total klaim yang dibayarkan tercatat sebesar Rp103,65 triliun, naik tipis 0,72% YoY. Rasio klaim meningkat menjadi 77,38%, naik 3,49% dibandingkan Februari 2025.

Peningkatan premi ini terutama didorong oleh kinerja sektor asuransi jiwa, khususnya pada lini usaha asuransi kesehatan dan dwiguna (endowment).

Kesehatan keuangan industri asuransi nasional tergolong solid, tercermin dari beberapa indikator utama yaitu

Risk Based Capital (RBC):

Asuransi Jiwa: 467,73%

Asuransi Umum & Reasuransi: 316,96%

Rasio Kecukupan Investasi (RKI):

Asuransi Jiwa: 136,17%

Asuransi Umum: 155,80%

Nilai RBC yang jauh di atas ambang minimum 120% menunjukkan bahwa perusahaan asuransi memiliki kemampuan yang memadai untuk memenuhi kewajiban klaim kepada nasabah.

Baca Juga :  Tiket MotoGP Resmi di Buka, Ini Daftar Harganya

Sektor asuransi jiwa membukukan total premi sebesar Rp47,19 triliun, tumbuh 3,08% YoY. Produk-produk yang menjadi kontributor utama premi antara lain:

Endowment (Dwiguna): Rp15,44 triliun (32,71% dari total premi jiwa)

Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI/Unit Link): Rp10,96 triliun (23,23%)

Asuransi Kesehatan: Mengalami pertumbuhan tertinggi, naik 33,36% YoY

Meskipun demikian, premi produk PAYDI mengalami penurunan sebesar Rp1,50 triliun atau -12,02% YoY. Hal ini mengindikasikan perlunya upaya edukasi yang lebih intensif kepada masyarakat mengenai karakteristik dan risiko produk tersebut.

Sektor asuransi umum mengalami kontraksi premi sebesar 1,28%, dengan total premi mencapai Rp32,79 triliun. Penurunan terbesar terjadi pada lini usaha asuransi harta benda (property) sebesar Rp1,30 triliun atau -14,12% YoY. Sebaliknya, lini usaha rekayasa mencatatkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 73,20% YoY.

Kontributor utama premi asuransi umum adalah: Harta Benda: Rp7,92 triliun (24,14%), Kendaraan Bermotor: Rp5,65 triliun (17,24%) dan Kredit: Rp4,42 triliun (13,49%)

Meskipun kesadaran masyarakat tentang pentingnya asuransi terus meningkat, tingkat inklusi asuransi masih tertinggal dibandingkan dengan tingkat literasi. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025,Literasi Asuransi: 45,45%  dan Inklusi Asuransi: 28,50%

Baca Juga :  Maulana Rizki Nov Gagas Ruang Publik Kekinian untuk Anak Muda Kota Mataram

Data ini menunjukkan bahwa meskipun hampir separuh masyarakat Indonesia memahami konsep asuransi, kurang dari sepertiga yang benar-benar memiliki produk asuransi.

“Tingkat inklusi yang rendah menunjukkan pentingnya upaya bersama antara pemerintah, regulator, dan pelaku industri untuk memperluas jangkauan produk asuransi ke seluruh lapisan masyarakat,” tegas Jenny.

Jenny juga mengidentifikasi sejumlah tantangan struktural yang dihadapi industri asuransi Indonesia:

Good Corporate Governance (GCG): Masih banyak perusahaan yang belum menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, yang dapat berdampak negatif pada reputasi industri.

Agen Asuransi: Sebagian agen asuransi dinilai kurang memberikan pemahaman yang memadai kepada calon nasabah, terutama terkait fitur dan risiko produk asuransi.

Investasi: Sekitar 80% aset perusahaan asuransi ditempatkan dalam instrumen keuangan. Pengelolaan investasi yang tidak optimal dapat menimbulkan mismatch antara aset dan kewajiban.

Produk PAYDI: Produk PAYDI dinilai memiliki risiko yang relatif tinggi. Kurangnya pemahaman yang baik mengenai produk ini dapat merugikan nasabah akibat fluktuasi nilai investasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *