Lombok Utara, Jurnalekbis.com – Komoditas kurma kini tidak lagi identik hanya dengan gurun di Timur Tengah. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), tanaman khas negara-negara Arab ini justru tumbuh subur dan menunjukkan potensi besar sebagai komoditas agribisnis unggulan. Melalui pendekatan riset dan inovasi berbasis lokal, Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) NTB bersama mitra nasional dan lokal berhasil mengembangkan varietas kurma yang kini bahkan sudah diakui secara internasional.
Rangkaian kunjungan lapangan dan riset kolaboratif yang digelar BRIDA NTB di Kabupaten Lombok Utara belum lama ini menjadi langkah konkret dalam mendorong hilirisasi dan komersialisasi kurma lokal. Tak hanya memperkuat nilai ekonomi, pengembangan ini juga sekaligus membuka jalan bagi inovasi pertanian berkelanjutan berbasis sistem tumpangsari dan teknologi kultur jaringan.
Dipimpin langsung oleh Kepala BRIDA NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., tim riset menggelar kunjungan di sejumlah titik utama pengembangan kurma di Lombok Utara. Tim ini bekerja sama dengan para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang diketuai oleh Ahmad Suriadi, SP., M.Agr.Sc., Ph.D., Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Tanaman Pangan.
Mereka juga menggandeng mitra lokal seperti Yayasan Ukhuwah Datu, yang diketuai oleh Jhon Arif Munandar atau lebih dikenal sebagai Wak Dolah—tokoh sentral dalam keberhasilan pengembangan Kurma Datu di kawasan tersebut.
Kunjungan dimulai dari Dusun Jugil, Desa Samik Bangkol, Kecamatan Gangga, yang menjadi pusat budidaya kurma varietas unggul seperti Sukari, Balhe, dan Khalaz. Di lokasi ini, sistem budidaya dilakukan dengan model Nyakap, yakni kemitraan tradisional antara pemilik lahan, pemodal, dan pengelola—sebuah pola yang telah menjadi warisan budaya masyarakat Sasak dan Bali di NTB.
Yayasan Ukhuwah Datu saat ini mengelola lebih dari 1.000 pohon kurma produktif di atas lahan seluas 10 hektare. Keberhasilan ini bukan diraih secara instan. Tahun 2016 menjadi titik awal perjalanan panjang riset dan pembelajaran, yang pada akhirnya berbuah manis di tahun 2019 ketika 40 bibit kurma ditanam kembali berdasarkan hasil riset laboratorium—dengan 38 pohon tumbuh subur dan 36 di antaranya betina, kondisi yang sangat menguntungkan untuk produksi buah.

Berbagai varietas seperti Sukari, Khalas, Barhi, dan Tunisia kini tumbuh dengan baik di kawasan tropis NTB. Hal ini membuktikan bahwa iklim kering dan lahan tadah hujan di wilayah ini sangat mendukung pertumbuhan kurma. Menurut Kepala BRIDA, kondisi agroklimat di Lombok Utara, Sumbawa, dan Dompu sangat potensial untuk pengembangan komoditas ini.
“Iklim kering dan kondisi lahan tadah hujan di NTB sangat cocok bagi pertumbuhan kurma. Sistem tumpangsari dengan tanaman seperti Sacha Inchi juga meningkatkan produktivitas lahan dan memberikan nilai tambah ekonomi,” ujar I Gede Putu Aryadi.
Salah satu sorotan utama dalam kunjungan riset ini adalah penerapan sistem tumpangsari antara kurma dan tanaman Sacha Inchi—tanaman penghasil biji minyak sehat yang mulai dikenal sebagai superfood. Sistem ini diamati di Vila Kayangan dan Desa Rempek, yang menjadi lokasi pengembangan Kurma Salak (KurLas), varietas lokal dengan karakteristik khas.
Tim BRIDA dan BRIN juga mengunjungi Sekretariat Kelompok Tani Kurma dan Sacha Inchi, tempat para petani mengolah hasil panen menjadi produk herbal seperti minyak Sacha Inchi, kapsul, dan bahan baku industri kesehatan. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan diversifikasi pendapatan, tapi juga membuka ruang bagi industri hilir yang berbasis komunitas.
Prestasi membanggakan diraih oleh Yayasan Ukhuwah Datu pada Oktober 2023. Buah kurma dari NTB dikirim ke Abu Dhabi untuk mengikuti Khalifa International Date Palm Award and Agricultural Innovation—ajang bergengsi tingkat dunia yang mempertemukan produsen kurma terbaik dari Timur Tengah dan negara lain.
Hasilnya? Kurma NTB meraih peringkat ke-7 dunia, mengungguli ratusan peserta dari berbagai negara. Pengakuan ini sekaligus menegaskan bahwa NTB telah memasuki peta global dalam produksi kurma berkualitas tropis.
“Ini adalah kebanggaan dan pembuktian bahwa varietas lokal bisa bersaing secara global. Kita harus terus perkuat lewat riset, pelatihan, dan teknologi kultur jaringan,” kata Arif Munandar.
Keberhasilan ini juga membuka peluang baru. Bibit kurma unggulan NTB kini telah tersertifikasi dan direncanakan akan kembali dipamerkan dalam ajang internasional September 2025 mendatang.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas akselerasi riset dan inovasi di daerah, BRIDA NTB menegaskan komitmennya dalam memperluas pengembangan kurma hingga ke Pulau Sumbawa dan Dompu. Strategi ini akan mengandalkan teknologi kultur jaringan agar bibit unggul dapat diperbanyak secara efisien, seragam, dan sehat.
BRIDA juga sedang menyiapkan platform kolaboratif antara petani, akademisi, dan pelaku usaha untuk mendukung hilirisasi komoditas ini. Dengan riset terapan, sertifikasi varietas, hingga pelatihan agribisnis, kurma lokal NTB diharapkan menjadi komoditas strategis tropis Indonesia di pasar internasional.