Jurnaekbis.com – Opini – jurnalekbis.com/tag/indonesia/">Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam transisi energi. Ketergantungan terhadap energi fosil masih tinggi, sementara dunia telah bergerak menuju energi bersih guna menjawab perubahan iklim, ketahanan energi, dan pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks ini, daerah dengan potensi energi terbarukan besar namun belum tergarap optimal perlu mendapat perhatian lebih serius. Salah satunya adalah lombok-timur/">Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2023), potensi energi terbarukan nasional melebihi 3.600 GW, terdiri dari energi surya, hidro, angin, bioenergi, panas bumi, dan laut. NTB, khususnya Lombok Timur, menerima paparan radiasi matahari rata-rata 4,5–5,5 kWh/m²/hari, menjadikannya lokasi strategis untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Sayangnya, pemanfaatan energi terbarukan di Lombok Timur masih sangat terbatas. Padahal, banyak lahan tidur dan atap bangunan publik yang bisa dimanfaatkan untuk panel surya. Kawasan pegunungan dan perbukitan menyimpan potensi mikrohidro, dan wilayah pesisir memiliki potensi energi angin dan laut. Ini belum termasuk potensi bioenergi dari sektor pertanian dan peternakan yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal.
Salah satu peluang konkret adalah penggunaan PLTS untuk mendukung pengeringan hasil pertanian, khususnya tembakau. Petani tembakau masih mengandalkan kayu bakar untuk proses curing yang menimbulkan deforestasi dan emisi karbon tinggi. Sistem pengeringan bertenaga surya berbasis closed chamber dapat meningkatkan efisiensi energi, menjaga kualitas produk, dan menekan dampak lingkungan.
Selain itu, Bendungan Pandan Dure di Kecamatan Terara memiliki debit air stabil dan saat ini hanya dimanfaatkan untuk irigasi. Pendekatan teknologi mikrohidro skala kecil memungkinkan aliran air ini menghasilkan listrik tanpa mengganggu fungsi utama bendungan. Potensi serupa terdapat di Sembalun, Suela, dan Pringgasela yang memiliki sumber mata air dan kontur cocok untuk PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro).

Wilayah pesisir selatan Lombok Timur seperti Sambelia dan Jerowaru memiliki kecepatan angin 4–6 m/s, cukup untuk turbin angin skala kecil. Turbin ini bisa digunakan untuk pompa air, penerangan jalan, dan pendinginan hasil laut. Pengembangan terpadu akan sangat membantu nelayan dan masyarakat pesisir dalam mengelola hasil tangkapan secara berkelanjutan.
Potensi bioenergi juga besar. Berdasarkan data BPS Lombok Timur (2024), sektor pertanian menyumbang lebih dari 30% PDRB daerah. Limbah pertanian seperti jerami, tongkol jagung, dan sekam padi, serta kotoran ternak dapat diolah menjadi briket atau biogas. Program biogas rumah tangga bisa menekan konsumsi LPG sekaligus meningkatkan ketahanan energi keluarga.
Namun, potensi ini belum tergarap optimal karena sejumlah kendala. Pertama, rendahnya literasi energi dan teknologi di kalangan masyarakat dan pemerintah daerah. Kedua, keterbatasan infrastruktur dan akses permodalan menjadi hambatan utama. Ketiga, belum adanya regulasi dan roadmap energi daerah yang berorientasi keberlanjutan.
Data BPS juga menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah di Lombok Timur baru 7,12 tahun (2023). Ini berimplikasi pada rendahnya kapasitas teknis SDM lokal dalam mengelola instalasi energi terbarukan. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur energi bersih harus dibarengi dengan pendidikan dan pelatihan teknis bagi masyarakat.
Pengembangan energi terbarukan harus dilakukan dengan pendekatan sistemik dan terintegrasi. Harus ada sinergi antara pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, lembaga donor, dan masyarakat. Salah satu strategi adalah membentuk “Desa Mandiri Energi” yang mengintegrasikan PLTS, mikrohidro, biogas, dan sistem smart grid skala lokal. Desa ini bisa menjadi proyek percontohan yang direplikasi di daerah lain.
Pemerintah daerah juga perlu menyusun kebijakan insentif seperti subsidi pemasangan panel surya rumah tangga, skema feed-in tariff lokal, atau kemitraan dengan koperasi energi. Bank NTB Syariah dapat mengambil peran strategis dalam pembiayaan hijau. Kampus-kampus seperti Universitas Mataram dan Politeknik Negeri Lombok dapat dilibatkan sebagai pusat pelatihan dan transfer teknologi.
Sebagai kesimpulan, potensi energi terbarukan di Lombok Timur merupakan sumber daya masa depan yang belum dikelola optimal. Jika dimanfaatkan secara tepat, Lombok Timur dapat menjadi percontohan transisi energi bersih di kawasan timur Indonesia. Energi terbarukan bukan hanya solusi teknis, tapi juga gerakan sosial menuju kemandirian dan keberlanjutan wilayah.
Penulis : Miharza Irfandi, Mahasiswa Magister Teknik Sistem UGM.