Jurnalekbis.com – Sekretaris Jenderal Hizbullah, Naim Qassem, menegaskan bahwa kelompoknya tidak akan tinggal diam jika Israel terus melanjutkan pendudukannya di Lebanon selatan. Dalam wawancara dengan saluran TV Al-Manar pada Minggu (10/3), Qassem menyatakan bahwa perlawanan harus dilakukan oleh tentara, rakyat, dan kelompok Hizbullah sebagai respons atas tindakan agresi yang terus berlanjut.
“Jika pendudukan Israel terus berlanjut, maka hal itu harus dilawan oleh tentara, rakyat, dan perlawanan, sementara beberapa pihak menginginkan pembebasan melalui diplomasi,” ujar Qassem.
Menurutnya, Israel secara terang-terangan melanggar perjanjian gencatan senjata dengan terus melakukan serangan terhadap warga sipil. Ia juga mengungkapkan bahwa Hizbullah saat ini sedang melakukan penyelidikan atas kerugian yang mereka alami dalam beberapa bulan terakhir.
Hizbullah menuding Israel telah melakukan lebih dari 1.000 pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata yang disepakati pada 27 November 2023. Menurut data resmi Lebanon yang dikumpulkan oleh Anadolu Agency, serangan Israel telah menyebabkan sedikitnya 85 orang tewas dan 285 orang terluka sejak kesepakatan itu mulai berlaku.
Agresi militer Israel terhadap Lebanon sendiri dimulai pada 8 Oktober 2023 dan meningkat menjadi perang skala penuh sejak 23 September 2024. Akibatnya, jumlah korban jiwa terus bertambah dengan lebih dari 4.115 orang tewas dan 16.909 lainnya mengalami luka-luka, termasuk wanita dan anak-anak. Konflik ini juga telah menyebabkan sekitar 1,4 juta warga Lebanon mengungsi dari rumah mereka.
Dalam perjanjian yang telah disepakati, Israel seharusnya menarik pasukannya sepenuhnya dari Lebanon selatan pada 18 Februari 2025. Namun, hingga kini, Tel Aviv hanya melakukan penarikan sebagian dan masih menduduki lima titik utama di wilayah Lebanon tanpa mengumumkan jadwal resmi untuk penarikan penuh.
Hizbullah melihat tindakan Israel ini sebagai bukti bahwa mereka tidak berniat untuk mengakhiri pendudukan. Hal ini diperparah dengan serangan yang dilakukan Israel terhadap warga sipil yang jauh dari garis perbatasan, termasuk serangan terhadap mobil sipil dan rumah-rumah warga.
Sekretaris Jenderal Hizbullah menegaskan bahwa kelompoknya tidak akan menyerah dan akan terus meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi agresi Israel. Bahkan, setelah pembunuhan dua mantan pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah dan Hashem Safieddine, kelompok ini terus memperkuat pertahanan mereka.
“Banyak detail yang berubah setelah insiden tersebut. Kami menghadapi masalah keamanan yang telah ditangani, serta melakukan penyelidikan guna mengambil pelajaran dan meminta pertanggungjawaban pihak yang lalai,” tambah Qassem.
Dengan ketegangan yang semakin meningkat, Hizbullah bertekad untuk tetap berada di garis depan dalam menghadapi Israel. Sementara itu, upaya diplomasi untuk mencapai penyelesaian damai masih belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Konflik antara Hizbullah dan Israel bukan hanya berdampak pada Lebanon, tetapi juga memperburuk ketegangan di kawasan Timur Tengah secara keseluruhan. Eskalasi konflik ini dapat memicu intervensi dari berbagai negara dan kelompok lain, terutama di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di wilayah tersebut.
Meskipun tekanan internasional terus mengarah pada penyelesaian diplomatik, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pertempuran dan aksi balas dendam masih berlangsung. Sementara Israel terus mempertahankan pendudukannya, Hizbullah bersumpah untuk tidak mundur dari perjuangan melawan agresi dan pendudukan.
Dengan situasi yang masih belum pasti, masa depan Lebanon dan stabilitas kawasan masih menjadi tanda tanya besar. Satu hal yang pasti, Hizbullah telah menetapkan sikapnya—perlawanan akan terus berlanjut selama Israel masih menduduki wilayah Lebanon.