Mataram, Jurnalekbis.com – Komitmen Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam memberikan perlindungan dan pelayanan terbaik bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) kembali diperkuat. Gubernur NTB Dr. Lalu Muhammad Iqbal secara resmi meluncurkan Centre for Migration Opportunity, Vocation and Development Indonesia (MOVE-ID) di Kantor Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Mataram, Kamis (19/6).
MOVE-ID, yang merupakan pusat informasi terpadu untuk migrasi, vokasi, dan pengembangan tenaga kerja migran Indonesia, hadir berkat kolaborasi antara Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) — lembaga pembangunan asal Jerman — dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) dan BP2MI.
Dalam sambutannya, Gubernur Iqbal menyoroti pentingnya akses informasi sebagai salah satu persoalan utama yang kerap dihadapi calon pekerja migran, terutama mereka yang berasal dari daerah-daerah terpencil di NTB. Minimnya pemahaman dan keterbatasan akses terhadap prosedur resmi kerap menjadi celah lahirnya penempatan PMI non-prosedural.
“Saya senang melihat fakta bahwa kita sudah mulai meng-address satu isu penting dalam urusan TKI ini, yaitu isu informasi. Ini akar masalah yang harus kita urai lebih dulu,” ujar Gubernur Iqbal di hadapan peserta peluncuran.
Menurutnya, sebagian besar kasus PMI non-prosedural terjadi karena kurangnya informasi yang jelas dan mudah diakses oleh masyarakat. Banyak calon migran yang tidak mengetahui jalur resmi, lembaga perekrutan yang sah, atau dokumen legal yang harus dipersiapkan sebelum bekerja ke luar negeri.
MOVE-ID hadir sebagai pusat layanan terpadu (one-stop service) yang menyajikan berbagai informasi penting mengenai migrasi kerja ke luar negeri, pelatihan vokasi, proses rekrutmen, pengurusan dokumen, hingga reintegrasi bagi PMI yang pulang ke tanah air.
Pusat layanan ini bertujuan mendekatkan akses informasi sekaligus memudahkan calon PMI untuk memahami dan menjalani proses penempatan secara legal, aman, dan sesuai prosedur. Peluncuran MOVE-ID dilakukan serentak di dua lokasi, yakni Bandung dan Mataram, sebagai dua provinsi prioritas penyumbang pekerja migran terbesar di Indonesia.
NTB dikenal sebagai salah satu provinsi dengan kontribusi signifikan dalam pengiriman pekerja migran ke berbagai negara, seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, hingga Jerman. Berdasarkan data BP2MI tahun 2024, NTB menempati posisi tiga besar daerah dengan jumlah PMI terbanyak.
Namun, tingginya jumlah ini kerap dibarengi dengan angka penempatan non-prosedural yang juga mencemaskan. Fakta ini mendorong Pemprov NTB untuk terus berinovasi dalam memberikan perlindungan yang lebih maksimal bagi para pekerja migran.
“Harapan kita ke depan, penempatan TKI ke luar negeri harus benar-benar mengusung prinsip safe migration—aman dalam semua tahapannya, dari keberangkatan hingga kepulangan,” tegas Iqbal.

Dalam kesempatan itu, Gubernur Iqbal menekankan pentingnya paradigma baru dalam penempatan PMI. Ia mengusulkan konsep “Safe Migration” yang mencakup enam aspek keselamatan:
- Safe Document: Dokumen legal, visa, dan kontrak kerja jelas.
- Safe Process: Rekrutmen melalui jalur resmi dan terdaftar di pemerintah.
- Safe Agency: PJTKI atau LPK yang legal, berizin, dan bertanggung jawab.
- Safe Departure: Proses keberangkatan terpantau dan mendapat pengawasan.
- Safe Working Condition: Perlindungan hukum dan kondisi kerja di negara tujuan.
- Safe Return and Remittance: Pemulangan aman dan pengiriman remitansi yang efisien.
Ia berharap MOVE-ID dapat menjadi titik awal dari pendekatan baru ini, di mana pekerja migran diperlakukan sebagai aset daerah yang harus dilindungi dan diberdayakan secara optimal.
Gubernur Iqbal juga mendorong agar literasi tentang migrasi, pelatihan kerja, serta pemahaman hukum ketenagakerjaan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal di NTB. Hal ini dimaksudkan agar generasi muda memiliki wawasan lebih awal mengenai potensi kerja di luar negeri, sekaligus memahami risiko dan prosedur legal yang harus dipatuhi.
“Pengetahuan dasar tentang migrasi kerja seharusnya diajarkan sejak bangku sekolah. Ini bagian dari perlindungan jangka panjang,” katanya.
MOVE-ID tidak hanya bertumpu pada kerja BP3MI semata. Dalam implementasinya, pusat layanan ini akan didukung oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Dinas Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri, Dinas Pendidikan, LPK, LSM, hingga aparat keamanan setempat seperti Bhabinkamtibmas.
Pemerintah daerah juga mendorong sinergi dengan sektor swasta dan lembaga pelatihan agar calon pekerja migran NTB dapat memperoleh pelatihan keterampilan, kursus bahasa asing, serta sertifikasi kompetensi yang sesuai dengan permintaan pasar kerja global.
Program MOVE-ID merupakan bagian dari implementasi proyek GIZ dan BP2MI untuk menciptakan tata kelola migrasi tenaga kerja Indonesia yang berkelanjutan, aman, dan produktif. Sebagai lembaga pembangunan milik Pemerintah Jerman, GIZ telah lama bekerja sama dengan Indonesia dalam berbagai program pengembangan sumber daya manusia.
Melalui pendekatan berbasis data dan pemetaan kebutuhan tenaga kerja internasional, program ini juga akan membantu menghubungkan calon pekerja migran dari NTB dengan peluang kerja yang tepat di negara-negara mitra seperti Korea Selatan, Jepang, Jerman, hingga Austria.
Peluncuran MOVE-ID di NTB menjadi tonggak penting dalam sejarah perlindungan PMI di Indonesia bagian timur. Dengan hadirnya pusat informasi dan layanan satu pintu ini, Pemerintah Provinsi NTB berharap dapat menekan angka migrasi non-prosedural, sekaligus menciptakan sistem penempatan tenaga kerja migran yang lebih manusiawi, transparan, dan berbasis hak asasi manusia.
“Semoga MOVE.ID ini menjadi gerbang baru menuju migrasi aman dan bermartabat bagi seluruh pekerja migran Indonesia, khususnya dari NTB,” tutup Gubernur Iqbal.