Mataram, Jurnalekbis.com – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyita dua bidang tanah beserta bangunan milik seorang Wajib Pajak berinisial B di Pagutan, Kota Mataram. Penyitaan dilakukan dalam rangka penyidikan dugaan tindak pidana perpajakan yang berpotensi menimbulkan kerugian pada pendapatan negara hingga miliaran rupiah.
Aset yang disita berupa dua bidang tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya dengan estimasi nilai mencapai Rp 2 miliar. Tindakan ini dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Mataram serta Surat Perintah Penyitaan yang diterbitkan PPNS DJP sesuai kewenangan yang diberikan Undang-Undang.
Kepala Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara, Samon Jaya, mengungkapkan bahwa penyitaan dilakukan untuk kepentingan pembuktian dalam proses penyidikan. Selain itu, langkah ini juga bertujuan menjamin pemulihan kerugian negara jika nantinya perkara terbukti di pengadilan.
“Seluruh proses dilakukan profesional, transparan, dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Samon.
Menurutnya, Wajib Pajak berinisial B diduga terlibat dua jenis tindak pidana perpajakan. Pertama, dugaan pelanggaran Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2023. Pasal tersebut mengatur tindak pidana menerbitkan atau menggunakan faktur pajak dan bukti pemungutan/pemotongan pajak tanpa dasar transaksi sebenarnya, atau dikenal publik sebagai praktik faktur pajak fiktif.
Kedua, penyidik juga menduga B melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i UU KUP, yakni sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong, sehingga berpotensi mengakibatkan kerugian negara. Modus semacam ini disebut sering terjadi pada pelaku usaha yang memungut pajak dari konsumen namun tidak melaporkan dan menyetorkannya ke negara.
Samon menegaskan bahwa langkah penyitaan menjadi bagian penting dalam proses penegakan hukum perpajakan, terutama ketika dugaan pelanggaran berpotensi merugikan keuangan negara dalam jumlah besar. Ia menambahkan bahwa DJP memiliki kewenangan penuh melakukan penyidikan tindak pidana perpajakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang, termasuk kewenangan menyita aset atas izin pengadilan.
Proses penyitaan di Pagutan itu turut disaksikan perangkat pemerintah daerah, tokoh lingkungan, serta mendapat pengamanan dari Polda NTB untuk memastikan jalannya tindakan tetap kondusif. Seluruh rangkaian kegiatan dituangkan dalam Berita Acara Penyitaan sebagai dokumen resmi proses penyidikan.
DJP mengingatkan bahwa penegakan hukum pidana perpajakan bukan hanya bertujuan memberikan efek jera, tetapi juga memastikan penerimaan negara terjaga. Praktik faktur pajak fiktif dan tidak menyetorkan pajak yang dipungut merupakan dua pelanggaran yang cukup sering ditemukan dan berdampak langsung pada pendapatan negara.
“Kami mengimbau seluruh Wajib Pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar dan menghindari tindakan yang dapat berkonsekuensi hukum,” tambah Samon.
DJP juga menegaskan bahwa upaya represif seperti penyidikan dan penyitaan aset merupakan langkah terakhir setelah proses pembinaan, pemeriksaan, dan penagihan tidak lagi diindahkan oleh Wajib Pajak.
Dengan penyitaan dua aset bernilai miliaran rupiah ini, penyidik kini melanjutkan pendalaman untuk menilai total kerugian negara yang ditimbulkan serta keterlibatan pihak lain. Jika seluruh unsur pidana terpenuhi, kasus ini akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses hukum lebih lanjut.












