Hukrim

Agus Buntung Bantah Dakwaan Kekerasan Seksual

×

Agus Buntung Bantah Dakwaan Kekerasan Seksual

Sebarkan artikel ini
Agus Buntung Bantah Dakwaan Kekerasan Seksual di Sidang Perdana
sidang perdana kasus kekerasan seksual terhadap remaja disabilitas yang melibatkan terdakwa IWAS

Mataram, Jurnalekbis.com – Pengadilan Negeri Mataram menggelar sidang perdana kekerasan/">kasus kekerasan seksual terhadap remaja disabilitas yang melibatkan terdakwa IWAS alias Agus Buntung pada hari ini. Agenda persidangan yang berlangsung tertutup untuk umum itu adalah pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Terdakwa Agus hadir dan menyampaikan keberatannya atas materi dakwaan yang disampaikan. Kamis (16/1).

“Membacakan dakwaan yang menjerat Agus dengan Pasal 6 huruf C Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) juncto Pasal 15 ayat 1 huruf E,” ujar Dina Kurniawati, JPU.

Dakwaan tersebut mengacu pada tindakan pemberatan pidana dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara ditambah sepertiga hukuman jika terbukti bersalah.

“Selama sidang berlangsung, bahwa Agus menunjukkan sikap kooperatif dan tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan. dalam kasus ini,” jelasnya

Sidang berikutnya akan menghadirkan saksi-saksi yang diharapkan dapat memperjelas fakta-fakta dalam kasus ini. JPU Dina Kurniawati menegaskan bahwa seluruh proses persidangan akan dilakukan dengan transparan.

Baca Juga :  Dharma Wacana: Transformasi Spiritual Warga Binaan Lapas Lombok Barat

“Selama pembacaan dakwaan, terdakwa cukup kooperatif. Kami akan menghadirkan saksi-saksi pada sidang berikutnya untuk mendukung dakwaan yang telah disampaikan,” jelas Dina.

Sementara itu, Aenuddin, Ketua Tim Kuasa Hukum Agus, menyampaikan bahwa kliennya merasa keberatan atas materi dakwaan yang dianggapnya tidak sesuai dengan fakta.

“Agus menyangkal tuduhan yang menyatakan bahwa ia memanfaatkan situasi kelemahan korban. Semua itu masuk ke dalam pokok perkara yang nantinya akan dibuktikan dalam proses pembuktian,” tegas Aenuddin.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa lokasi kejadian yang disebutkan dalam dakwaan, yaitu di Taman Udayana, memang sesuai. Namun, tuduhan manipulasi terhadap korban menjadi inti pembelaan tim kuasa hukum.

 “Kami sarankan fokus pada pembuktian saja agar kasus ini dapat ditangani dengan objektif,” tambahnya.

Baca Juga :  Agus Buntung Histeris Saat Dibawa ke Lapas Lombok Barat

Dalam persidangan, Aenuddin juga mengungkapkan kondisi tidak layak yang dialami Agus selama berada di dalam tahanan.

“Agus mengalami ketidaknyamanan, termasuk bullying dan ancaman dari sesama tahanan. Bahkan, ada kalimat yang mengintimidasi seperti, ‘Kalau kamu begini, nanti pulang hanya nama kamu saja,’” ungkapnya.

Selain itu, Aenuddin menyoroti minimnya fasilitas khusus untuk disabilitas di tahanan. Menurutnya, tenaga pendamping yang disediakan tidak memiliki keahlian profesional, sehingga kebutuhan khusus Agus tidak terpenuhi. Ia juga menekankan bahwa petugas sosial yang hadir di pengadilan hanya menonton tanpa memberikan bantuan langsung.

“Kami meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan pengalihan status penahanan Agus menjadi tahanan rumah atau tahanan kota demi menjaga kondisi mental dan fisiknya,” pintanya.

Baca Juga :  Gara Judi Online, Belasan Istri di Lombok Tengah Gugat Cerai Suami Kecanduan Slot

Agus, yang bersedia hadir dalam setiap persidangan, berjanji akan tetap kooperatif jika pengalihan status penahanan dikabulkan.

 “Dia tidak keberatan untuk menjalani proses hukum, tetapi berharap kondisinya diperhatikan lebih baik,” tambah Aenuddin.

Kasus ini juga menyoroti pentingnya penyediaan fasilitas yang layak bagi tahanan dengan disabilitas. Fakta bahwa Agus tidak mendapatkan fasilitas khusus menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana sistem peradilan menangani kebutuhan khusus bagi terdakwa dengan disabilitas. Minimnya pendampingan profesional dan adanya dugaan intimidasi di dalam tahanan menjadi isu yang perlu mendapat perhatian serius.

Kuasa hukum Agus berharap pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan solusi yang lebih baik dalam menangani tahanan disabilitas.

“Tenaga pendamping harus berasal dari pemerintah dengan kompetensi profesional. Selain itu, fasilitas khusus disabilitas harus segera disediakan untuk memastikan hak-hak terdakwa tetap terpenuhi,” tegas Aenuddin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *