Internasional

Pemerintah AS Tarik Dana Columbia, Aktivis Pro-Palestina Terancam Deportasi

×

Pemerintah AS Tarik Dana Columbia, Aktivis Pro-Palestina Terancam Deportasi

Sebarkan artikel ini
Pemerintah AS Tarik Dana Columbia, Aktivis Pro-Palestina Terancam Deportasi

jurnalekbis.com/tag/1/">1 1 []">Jurnalekbis.com – Pemerintah Amerika Serikat, melalui Gedung Putih, menyampaikan keluhannya terhadap Universitas Columbia pada Selasa (11/3/2025) atas sikapnya yang menolak membantu agen federal dalam mengidentifikasi individu yang terlibat dalam demonstrasi pro-Palestina. Penolakan ini terjadi di tengah upaya pemerintah untuk mendeportasi peserta aksi yang dianggap berbahaya bagi keamanan nasional.

Salah satu aktivis utama dalam demonstrasi tersebut, Mahmoud Khalil, seorang warga AS yang sah, ditangkap oleh agen penegakan imigrasi pada Sabtu lalu. Khalil, yang memainkan peran penting dalam protes di Columbia pada tahun 2024, kini menghadapi kemungkinan deportasi berdasarkan Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan. Pemerintah AS menilai kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi kebijakan luar negeri yang merugikan bagi negara.

Presiden Donald Trump telah menegaskan komitmennya untuk melakukan lebih banyak penangkapan terkait demonstrasi yang dianggap antisemit dan pro-Hamas. Sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam konferensi pers di Washington, menyatakan bahwa otoritas federal telah menggunakan intelijen untuk mengidentifikasi individu lain yang terlibat dalam aksi di kampus tersebut.

Baca Juga :  Duterte dan ICC: Akankah Filipina Menyerahkannya?

“Columbia telah diberi daftar nama tetapi menolak membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk mengidentifikasi individu-individu tersebut. Presiden dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak akan menoleransi tindakan ini,” kata Leavitt.

Sebagai respons terhadap sikap Universitas Columbia, pemerintahan Trump telah menarik dana hibah dan kontrak penelitian senilai 400 juta dolar AS dari institusi tersebut. Pemerintah menuduh Columbia gagal mengatasi antisemitisme di kampus, yang menjadi salah satu alasan utama pemotongan dana.

Sebagian besar pemotongan dilakukan oleh Institut Kesehatan Nasional (NIH), yang pada Senin malam membatalkan pendanaan senilai lebih dari 250 juta dolar AS, mencakup lebih dari 400 hibah penelitian. Edward Guo, Direktur Laboratorium Bioteknologi Tulang Columbia, membagikan di platform media sosial X tangkapan layar email yang mengonfirmasi bahwa salah satu hibah NIH-nya telah dicabut.

Baca Juga :  Impor Senjata Eropa Melejit 155%: Ancaman atau Strategi?

“Kami memahami ini mungkin berita yang mengejutkan,” tulis pemberitahuan dari NIH.

Universitas Columbia telah menjadi pusat demonstrasi besar-besaran pada musim semi tahun 2024, dengan mahasiswa menyerukan diakhirinya aksi militer Israel di Gaza serta mendukung hak asasi manusia dan klaim teritorial Palestina. Aksi tersebut berujung pada intervensi kepolisian setelah mahasiswa mendirikan perkemahan protes dan menduduki gedung administrasi.

Mahmoud Khalil, yang pernah menjadi juru bicara demonstran, belum didakwa melakukan kejahatan apa pun. Namun, pemerintah tetap melanjutkan upaya deportasinya berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Imigrasi dan Kebangsaan.

Kelompok hak-hak sipil dan pengacara Khalil mengecam tindakan ini, menyebutnya sebagai penggunaan kontrol imigrasi secara inkonstitusional untuk membungkam suara kritik terhadap kebijakan luar negeri AS. Seorang hakim federal mengadakan sidang pada Rabu dan sementara waktu memerintahkan pemerintah untuk tidak mengeksekusi deportasi terhadap Khalil.

Baca Juga :  Hizbullah Tegaskan Perlawanan Jika Israel Tak Hentikan Pendudukan di Lebanon

Keputusan Gedung Putih untuk menekan Universitas Columbia dengan cara pemotongan dana dan upaya deportasi demonstran memunculkan pertanyaan tentang batas kebebasan akademik dan hak kebebasan berbicara di Amerika Serikat. Sementara pemerintah menegaskan bahwa tindakan ini dilakukan demi kepentingan keamanan nasional, para kritikus menilai langkah ini sebagai preseden berbahaya yang dapat mengancam demokrasi dan hak sipil.

Perkembangan selanjutnya terkait nasib Khalil serta sikap Universitas Columbia terhadap tekanan dari pemerintah akan menjadi sorotan utama dalam perdebatan kebijakan domestik AS ke depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *