jurnalekbis.com/tag/1/">1 1 []">Jurnalekbis.com – Ribuan aktivis turun ke jalan di New York untuk memprotes penangkapan Mahmoud Khalil, mahasiswa Palestina di Universitas Columbia. Khalil ditahan oleh petugas imigrasi dengan alasan keterlibatannya dalam aksi pro-Palestina, dan kini menghadapi ancaman deportasi meskipun memiliki status pemukim permanen.
Protes besar-besaran ini diwarnai dengan orasi, spanduk, serta petisi daring yang telah mengumpulkan lebih dari dua juta tanda tangan. Para demonstran menilai tindakan pemerintah sebagai bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Selain aksi di lapangan, media sosial juga dipenuhi seruan dukungan untuk Khalil. Banyak akademisi, aktivis hak asasi manusia, dan politisi progresif menyatakan solidaritas terhadap mahasiswa Columbia tersebut.
Di tengah eskalasi protes, Pengadilan Federal New York memutuskan untuk menunda deportasi Mahmoud Khalil hingga sidang berikutnya yang dijadwalkan pada Rabu mendatang. Keputusan ini disambut gembira oleh para pendukungnya, meski kekhawatiran masih menyelimuti mereka.
Hakim Jesse Furman, yang menangani kasus ini, mengeluarkan perintah yang melarang otoritas imigrasi untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap Khalil “sampai pengadilan memerintahkan sebaliknya.”
Mantan Presiden AS Donald Trump, yang kini kembali menjabat, memberikan pernyataan kontroversial terkait kasus ini. Dalam unggahan media sosialnya, Trump menyebut Khalil sebagai “Mahasiswa Asing Radikal Pro-Hamas” dan menyatakan bahwa “ini adalah penangkapan pertama, dan akan ada lebih banyak lagi.”
Trump menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan mentoleransi aksi pro-Palestina di kampus-kampus AS, dengan menyebut para demonstran sebagai “agitator yang dibayar.” Namun, klaim ini dibantah oleh berbagai sumber, termasuk laporan dari Al Jazeera yang menyatakan tidak adanya bukti terkait tuduhan tersebut.
Mahmoud Khalil ditangkap pada Sabtu malam oleh agen Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) di kediamannya dekat kampus Columbia. Menurut pengacaranya, Amy Greer, agen ICE mengklaim bertindak atas perintah Departemen Luar Negeri untuk mencabut visa pelajar Khalil. Namun, setelah mengetahui bahwa Khalil adalah pemukim tetap dengan kartu hijau, mereka tetap melanjutkan proses penahanannya.
Kelompok hak asasi manusia mengecam penangkapan ini sebagai bentuk pelanggaran kebebasan sipil dan kriminalisasi aktivisme mahasiswa. Profesor Columbia University, Michael Thaddeus, menyatakan bahwa insiden ini “merupakan pukulan telak terhadap kebebasan akademik dan nilai-nilai demokrasi yang dijunjung tinggi.”
Pelapor khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese, turut mengecam tindakan pemerintah AS. Ia menegaskan bahwa “menindas mereka yang menentang Apartheid adalah bentuk Apartheid itu sendiri.” Pernyataannya menggarisbawahi keprihatinan internasional terhadap tindakan keras yang diambil oleh otoritas AS.